Breaking News

Sabtu, 09 Mei 2015

Sekolah sebagai Taman yang Menyenangkan

03/05/2015 - 11:56
Bukan tanpa alasan Ki Hadjar Dewantara menggunakan istilah “Taman” sebagai konsep pendidikannya.  Taman berarti sebuah tempat bermain. Teduh, tenang, dan tentunya menyenangkan. Anak-anak senantiasa gembira berada di taman. Mereka dengan senang hati menghabiskan waktu di taman.

Ki Hadjar ingin konsep pendidikan seperti sebuah taman. Pendidikan haruslah menyenangkan, belajar adalah proses kegembiraan.

Ketika lonceng sekolah berbunyi semestinya sebuah tanda dimulainya kegembiraan. Lalu ketika lonceng pulang berbunyi anak-anak akan enggan untuk pulang karena ia tak ingin kesenangannya berhenti.

Ikhtiar untuk mendorong pendidikan sebagai sebuah kegembiraan itu terus kita dorong bersama. Salah satu masalah yang timbul selama ini adalah pendidikan terasa seperti sebuah penderitaan. Ketika menemui guru dan murid mereka mengeluhkan beberapa hal yang tentunya ingin kita bereskan bersama-sama.

Salah satu kabar yang kerap muncul adalah soal ujian nasional (UN). Beragam pendapat muncul mengenai UN. Pendapat tersebut tentu patut kita dengarkan karena pendidikan adalah tanggung jawab setiap orang.

Dalam sebuah kunjungan ke SMA Negeri 89 Rempoa, Jakarta Selatan, beberapa siswa memaparkan masalah dan solusi yang mereka hadapi dari perspektif mereka. Anak-anak kita ini memaparkan tentang Kurikulum, UN, dan banyak hal lainnya. Masukan mereka sangat menarik. Masukan ini sangat berharga karena hadir langsung dari peserta didik yang merupakan pengguna utama dari apa yang akan dan telah kita kerjakan.

Masukan dari peserta didik, guru, kepala sekolah, praktisi pendidikan bersama dengan Tim Evaluasi UN menjadi dasar pertimbangan keputusan mengenai UN. Belum lama ini keputusan tersebut telah kita ambil.

Melalui keputusan itu kita ingin mengubah UN dari sekadar alat atau vonis untuk menilai, menjadi UN sebagai alat belajar. UN kini tidak lagi menentukan kelulusan peserta didik. Kelulusan ditentukan sepenuhnya oleh sekolah. Kita menyadari bahwa sekolahlah yang paling memahami para peserta didiknya.

Salah satu yang mencuat dari UN selama ini adalah efeknya yang membuat perilaku teaching to the test. Guru dan peserta didik memfokuskan pembelajaran hanya untuk mengerjakan ujian semata, tentu ini yang ingin kita ubah. Kita ingin UN bukan hanya menunjukkan hasil belajar melainkan juga sebagai bagian dari proses belajar.

UN sebagai bagian dari proses belajar tentu harus memiliki fungsi untuk perbaikan kualitas pembelajaran di kelas. Salah satu fungsi penting itu adalah fungsi UN sebagai pemetaan capaian dari peserta didik.

Selama ini yang terjadi sistem penilaian UN hanya berisi mata pelajaran dengan angka-angka. Angka-angka ini harus ditafsirkan untuk perkembangan kualitas pembelajaran. Ke depan misalnya dalam pelajaran matematika maka peserta didik tak hanya tahu ia mendapatkan nilai tertentu, melainkan mengetahui kemampuannya di bidang trigonometri, logaritma, dan bidang-bidang lainnya, sehingga peningkatan kapasitas bisa kita lakukan bersama.

Beragam ikhtiar untuk perubahan fungsi UN ini tentu kita maksudkan sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan. Lebih dari itu kita menginginkan ikhtiar perubahan ini tidak hanya berfungsi untuk meningkatkan kualitas pendidikan tapi mengutip Ki Hadjar, menjadikan sekolah dan pendidikan sebagai sebuah taman.

Pendidikan yang bisa menghadirkan sebuah kegembiraan bagi para pelakunya. Sehingga kelak ketika bel sekolah berbunyi anak-anak kita akan hadir dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. (*)

Salam,
Anies Baswedan
Read more ...

Selasa, 05 Mei 2015

Presiden RI: Orang Tua Diharapkan Dampingi Anak untuk Rajin Belajar

Yogyakarta, Kemendikbud --- Peran orang tua menjadi yang utama dalam memberikan pendidikan dan pendampingan kepada anak, khususnya dalam mendampingi anak untuk bisa lebih rajin dalam belajar. Demikian disampaikan Presiden Republik Indonesia saat menyapa para penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) tahap dua, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (04/05/2015).

“Orang tua juga dapat memberikan dorongan kepada anak untuk menggunakan waktu sebaik mungkin dalam belajar. Namun jangan dipaksakan,” tutur Presiden.

Pada kesempatan ini, setelah selesai membagikan KIP secara simbolis kepada 10 siswa, Presiden mengajak tiga orang siswa yaitu Dian, Rahmat, dan Sudaryono untuk berdialog. Dian seorang siswi kelas enam dari salah satu Sekolah Dasar Negeri di Desa Taman Martani. Ia menyampaikan kegiatan rutin belajar di rumah mulai dari pukul 19.00 WIB s.d. 20.00 WIB.

Sama halnya juga dengan Rahmat seorang siswa kelas delapan dari SMP Negeri 4 Kalasan, melakukan kegiatan belajar di rumah mulai dari pukul 19.00 WIB s.d. 20.00 WIB. Berbeda dengan Dian, salah satu siswa kelas tujuh Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah Kalasan, Rahmat menyampaikan kepada Presiden mengenai kegiatan belajar rutin di rumah. Ia selalu belajar di rumah dilakukan mulai dari pukul 19.00 WIB s.d. 21.00 WIB.

Menanggapi penyampaian dari para siswa dan siswi tersebut, Presiden merasa senang karena para siswa tersebut memiliki karakter baik dengan kemauan untuk jujur mengatakan kebenaran. Presiden berpesan kepada para siswa untuk tingkatkan lagi semangat belajar. ”Jika ingin seperti Bapak Anies Baswedan, belajarlah yang giat. Tambah lagi waktu untuk belajarnya,” pesan Presiden.

Presiden berharap, dengan adanya KIP, siswa dapat lebih produktif lagi. Orang tua dapat membantu anak-anaknya untuk memanfaatkan kartu ini sesuai peruntukannya, dan tidak boleh disalahgunakan. “Mari para orang tua untuk bersama-sama meningkatkan semangat belajar para anak-anak. Negara memberikan fasilitas KIP, maka gunakan dan manfaatkan kartu ini. Jadilah anak pintar,” pungkas Presiden. (Seno Hartono)
Read more ...

Sabtu, 02 Mei 2015

Guru Bekerja dalam Diam

May day, hari buruh internasional diperingati sebagai hari pekerja atau buruh atau karyawan yang identik pekerja diberbagai perusahaan. Hari buruh berwarna merah yang menandakan bahwa di hari itu kita menghormati hak-hak buruh sebagai pekerja sosial, dengan cara libur. Akan tetapi di hari itu pula sebagian besar buruh justru tidak memanfaatkan hari libur itu, melainkan sibuk meramaikan suasana kota dan memadati jalan-jalan utama dengan aksi demo. Menuntut hak-hak mereka. Hak-hak yang mereka rasakan belum sesuai dengan apa yang mereka dapatkan saat ini. Selalu ada saja aksi ini setiap tahunnya. Apakah hak mereka menyesuaikan dengan kebutuhan pribadi, keinginan individu, kepentingan golongan, atau tuntutan jaman. Entahlah, siapa yang tahu itu.

Para buruh selalu berharap lebih, mereka memanfaatkan hari buruh sebagai waktu untuk menyuarakan apa yang mereka pendam selama 1 tahun. Mulai dari peningkatan gaji, kesejahteraan sosial, keadilan, tunjangan, asuransi, dan fasilitas yang bersifat pribadi, sampai tentang cara perekrutan buruh yang bersifat umum atau global. Selalu ada saja tarik ulur antara kaum buruh dan perusahaan, bagaimana tidak, kaum buruh memikirkan hal personal yang hanya mementingkan golongannya sedangkan perusahaan pun sama memikirkan kepentingan pemiliknya. Pemerintah yang seharusnya berada di tengah-tengah pun tidak bisa menjadi penengah kondisi itu. Justru terkadang pemerintah lebih berpihak kepada perusahaan, karena orang yang duduk berkuasa dibangku pemerintahan juga duduk dibangku perusahaan.

Read more ...

Ini Harapan Menteri Anies di Hari Pendidikan

Menyambut Hari Pendidikan Nasional yang diperingati 2 Mei 2015 ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan meminta semua pihak terlibat dan bertanggung jawab terhadap dunia pendidikan Indonesia.
Read more ...
Designed By